Pada tanggal 30 Desember 2009 yang lalu, Indonesia kehilangan sosok guru bangsa, reformis, cendekiawan, pemikir dan pemimpin politik yaitu KH. Abdurrahman Wahid. Tokoh unik yang humanis dan humoris ini terkenal dengan ide pluralisme dan ke-bhinekaan dalam berbangsa dan bernegara. Gus Dur memandang dan meyakini perbedaan adalah rahmat, sunnatullah (telah digariskan Allah). Perbedaan itulah yang membentuk warga Indonesia menjadi bangsa yang terhormat, mandiri, dan merdeka lahir batin. Dia mengaku sangat prihatin akhir-akhir ini banyak tindakan anarkis yang dilakukan sekelompok umat Islam terhadap saudaranya gara-gara berbeda cara beribadah atau aliran
Ia lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil atau "Sang Penakluk", dan kemudian lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur. Gus Dur dilahirkan pada 4 Agustus 1940 di Jombang, Jawa Timur. Ayahnya adalah KH. Wahid Hasyim yang juga putra KH. Hasyim Ayhari, seorang Ulama besar sekaligus pendiri NU. Ibunya Hj. Solichah, adalah seorang putri dari KH. Bisri Syansuri, Pendiri Pesantren Denanyar Jombang. Dalam usia lima tahun ia telah lancar membaca al-Qur’an. Pada saat sang ayah pindah ke Jakarta, di samping belajar formal di sekolah, Gus Dur masuk juga mengikuti les privat Bahasa Belanda. Setelah lulus dari Sekolah Dasar, tahun 1953 ia masuk SMEP Gowongan, sambil mondok di pesantren Krapyak.
Setamat dari SMEP, Gus Dur melanjutkan belajarnya di Pesantren Tegarejo Magelang Jawa Tengah, yang diasuh oleh K.H. Chudhari. Setelah dua tahun di pesantren Tegalrejo, Gus Dur kembali ke Jombang, dan tinggal di Pesantren Tambak Beras.. Pada usia 22 tahun, Gus Dur berangkat ke tanah suci, untuk menunaikan ibadah haji, yang kemudian diteruskan ke Mesir untuk melanjutkan studi di Universitas al-Azhar. Pada tahun 1966 Gus Dur pindah ke Irak dan Ia masuk dalam Departement of Religion di Universitas Bagdad sampai tahun 1970. Selepas belajar di Baghdad Gus Dur bermaksud melanjutkan studinya ke Eropa. Akan tetapi persyaratan yang ketat, utamanya dalam bahasa-misalnya untuk masuk dalam kajian klasik di Kohln, harus menguasai bahasa Hebraw, Yunani atau Latin dengan baik di samping bahasa Jerman-tidak dapat dipenuhinya. Pada akhirnya ia menetap di Belanda selama enam bulan dan mendirikan Perkumpulan Pelajar Muslim Indonesia dan Malaysia yang tinggal di Eropa.
Gus Dur juga sempat pergi ke McGill University di Kanada untuk mempelajari kajian-lkajian keislaman secara mendalam. Pada tahun 1971 dia kembali ke Indonesia dan bergabung dengan Fakultas Ushuluddin Universitas Hasyim Asy'ari. Di universitas kota kelahirannya itu, Gus Dur mengajar teologi dan beberapa ilmu agama. Berbarengan dengan itu, nama Gus Dur mulai dikenal orang melalui tulisannya di berbagai surat kabar, majalah, dan jurnal.
Tahun 1984, ia terpilih menjadi Ketua Umum PBNU pada Muktamar 1984 di Situbondo. Melalui peran Gus Dur pula NU menjadi ormas Islam pertama yang menerima pemberlakuan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada tahun 1989-1993 Gus Dur pernah menjadi Anggota MPR RI, kemudian pada tahun 1999 beliau terpilih menjadi Presiden RI ke-4 hingga tahun 2001.
Semoga kau tenang dan bahagia dialam sana Gus, semua kenangan dan jasa-jasamu akan selalu diingat oleh negeri dan bangsa ini. Kami semua merindukanmu..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar