Jumat, 31 Desember 2010
Seorang Pemimpin
Jangan bermimpi jadi kucing kalau tidak pernah jadi tikus - Jangan pernah memaksakan diri jadi pemimpin kalau belum pernah merasakan perjuangan menjadi pengikut/staf/anak buah. Kata mutiara ini sama dengan “a good leader comes from a good follower” (Pemimpin yang bijak lahir dari pengikut yang setia)
Mengenang Sosok Gus Dur
Pada tanggal 30 Desember 2009 yang lalu, Indonesia kehilangan sosok guru bangsa, reformis, cendekiawan, pemikir dan pemimpin politik yaitu KH. Abdurrahman Wahid. Tokoh unik yang humanis dan humoris ini terkenal dengan ide pluralisme dan ke-bhinekaan dalam berbangsa dan bernegara. Gus Dur memandang dan meyakini perbedaan adalah rahmat, sunnatullah (telah digariskan Allah). Perbedaan itulah yang membentuk warga Indonesia menjadi bangsa yang terhormat, mandiri, dan merdeka lahir batin. Dia mengaku sangat prihatin akhir-akhir ini banyak tindakan anarkis yang dilakukan sekelompok umat Islam terhadap saudaranya gara-gara berbeda cara beribadah atau aliran
Ia lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil atau "Sang Penakluk", dan kemudian lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur. Gus Dur dilahirkan pada 4 Agustus 1940 di Jombang, Jawa Timur. Ayahnya adalah KH. Wahid Hasyim yang juga putra KH. Hasyim Ayhari, seorang Ulama besar sekaligus pendiri NU. Ibunya Hj. Solichah, adalah seorang putri dari KH. Bisri Syansuri, Pendiri Pesantren Denanyar Jombang. Dalam usia lima tahun ia telah lancar membaca al-Qur’an. Pada saat sang ayah pindah ke Jakarta, di samping belajar formal di sekolah, Gus Dur masuk juga mengikuti les privat Bahasa Belanda. Setelah lulus dari Sekolah Dasar, tahun 1953 ia masuk SMEP Gowongan, sambil mondok di pesantren Krapyak.
Setamat dari SMEP, Gus Dur melanjutkan belajarnya di Pesantren Tegarejo Magelang Jawa Tengah, yang diasuh oleh K.H. Chudhari. Setelah dua tahun di pesantren Tegalrejo, Gus Dur kembali ke Jombang, dan tinggal di Pesantren Tambak Beras.. Pada usia 22 tahun, Gus Dur berangkat ke tanah suci, untuk menunaikan ibadah haji, yang kemudian diteruskan ke Mesir untuk melanjutkan studi di Universitas al-Azhar. Pada tahun 1966 Gus Dur pindah ke Irak dan Ia masuk dalam Departement of Religion di Universitas Bagdad sampai tahun 1970. Selepas belajar di Baghdad Gus Dur bermaksud melanjutkan studinya ke Eropa. Akan tetapi persyaratan yang ketat, utamanya dalam bahasa-misalnya untuk masuk dalam kajian klasik di Kohln, harus menguasai bahasa Hebraw, Yunani atau Latin dengan baik di samping bahasa Jerman-tidak dapat dipenuhinya. Pada akhirnya ia menetap di Belanda selama enam bulan dan mendirikan Perkumpulan Pelajar Muslim Indonesia dan Malaysia yang tinggal di Eropa.
Gus Dur juga sempat pergi ke McGill University di Kanada untuk mempelajari kajian-lkajian keislaman secara mendalam. Pada tahun 1971 dia kembali ke Indonesia dan bergabung dengan Fakultas Ushuluddin Universitas Hasyim Asy'ari. Di universitas kota kelahirannya itu, Gus Dur mengajar teologi dan beberapa ilmu agama. Berbarengan dengan itu, nama Gus Dur mulai dikenal orang melalui tulisannya di berbagai surat kabar, majalah, dan jurnal.
Tahun 1984, ia terpilih menjadi Ketua Umum PBNU pada Muktamar 1984 di Situbondo. Melalui peran Gus Dur pula NU menjadi ormas Islam pertama yang menerima pemberlakuan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada tahun 1989-1993 Gus Dur pernah menjadi Anggota MPR RI, kemudian pada tahun 1999 beliau terpilih menjadi Presiden RI ke-4 hingga tahun 2001.
Semoga kau tenang dan bahagia dialam sana Gus, semua kenangan dan jasa-jasamu akan selalu diingat oleh negeri dan bangsa ini. Kami semua merindukanmu..
Tahun Baru sebagai Momentum untuk Memperbaiki Diri
Waktu terus berputar, tak terasa tahun 1431 H telah meninggalkan kita, dan tahun 2011 M pun telah di depan mata. Tak terasa usia semakin bertambah tua dan jatah umur pun semakin berkurang. Akankah amal perbuatan kita di tahun mendatang menjadi lebih baik? Atau sama saja dengan tahun-tahun sebelumnya? Atau bahkan tahun mendatang amal perbuatan kita lebih buruk dibandingkan tahun sebelumnya?. Tanyakan pada diri kita sendiri yang akan menjawabnya. Segala planning telah disusun sebagai sarana perbaikan diri di tahun baru. Saatnya kita menyiapkan cermin sikap untuk mengintrospeksi, evaluasi dan memperbaiki diri. Kita mengevaluasi sikap dan perbuatan yang telah dilakukan dan mempersiapkan untuk mencapai masa depan yang lebih baik. Hal ini tertuang dalam firman Allah SWT Surat Al-Hasyr Ayat 18:
“Yaa ayyuhalladziina aamanuttaqulloha wal tangdhur nafsum maa qoddamat lighod wattaqulloha innalloha khobiirum bimaa ta’maluuna”
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.” ( Q.S. Al-Hasyr : 18 ).
Ayat tersebut menjelaskan agar kita senantiasa bertaqwa kepada Allah SWT dan mengevaluasi kembali apa yang telah dilakukan untuk menata hari esok (akhirat). Sejenak kita berdiam, merenung, mengingat kembali waktu yang telah berlalu yang kita pergunakan untuk mengarungi bahtera kehidupan, dan proses yang telah kita lakukan selama ini serta hasil yang telah kita raih dari proses tersebut. Adakah titik ketidakpuasan dan kesalahan yang kita perbuat? Semua itu pastilah ada karena kita hanyalah manusia biasa yang tak luput dari khilaf dan dosa.
Kita tengok kembali ‘wajah’ Indonesia di tahun 2010, begitu banyak peristiwa dan bencana yang melanda negeri ini. Masih terngiang dalam ingatan kita dan masih memberikan duka yang mendalam bagi korban bencana. Indonesia menangis, bencana alam silih berganti melanda Indonesia. Banjir, tanah longsor, puting beliung, gempa bumi, tsunami, begitu banyak bencana yang terjadi. Masih teringat jelas bencana banjir bandang yang melanda negeri cendrawasih Wasior Papua Barat hingga menelan banyak korban. Tanah longsor di Tenjolaya, gempa bumi dan tsunami yang meluluhlantakkan tanah minang Mentawai Sumatera Barat, gempa bumi di kepulauan Obi, Papua, Sulawesi Barat dan Sumatera Utara. Hingga yang belum lama ini terjadi lerusan gunung Merapi di Yogyakarta. Gunung Sinabung, Gunung Bromo, dan Gunung Anak Krakatau yang meningkat aktivitasnya. Belum lagi kecelakaan kereta api, pesawat jatuh, dan berbagai kerusuhan yang terjadi di Indonesia, seperti kerusuhan di Tarakan, Buol, dan Koja. Dan tentunya masih banyak lagi peristiwa-peristiwa kelam yang mewarnai Indonesia di tahun 2010.
Bencana yang terus melanda, alam yang semakin tak bersahabat dengan manusia. Sudah menjadi sebuah keharusan bagi kita untuk senantiasa introspeksi diri serta berdoa memohon keselamatan kepada Sang Penggenggam alam ini Allah SWT Robbul izzati.
Setiap perbuatan manusia yang telah dilakukan pada masa lalu, mencerminkan perbuatan diri untuk persiapan di akhirat kelak. Karena hidup di dunia bagaikan satu hari dan keesokan harinya merupakan hari akhirat, merugilah manusia yang tidak mengetahui tujuan utamanya. Tingkatkan ibadah seolah-olah kita akan mari esok, dan bekerjalah seolah-olah kita akan hidup seribu tahun lagi.
Jika kita berfikir tujuan hidup manusia hidup di dunia ini adalah mempersiapkan bekal untuk kehidupan yang kekal yaitu kehidupan di akhirat. Lalu sudahkah perbuatan yang telah dilakukan kita merupakan manifestai kecintaan kita kepada Allah SWT? Sudagkah yang kita lakukan selama ini mencerminkan nilai-nilai ketaqwaan kepada Allah? Mari kita renungkan bersama. Allah SWT berfirman dalam Surat Ad Dzariat ayat 56 :
“ Wa maa kholaqtul jinna wal ingsa illaa liya’buduun”
Artinya : “ Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali supaya untuk menyembah kepada-Ku.” (Q.S. Ad Dzaariat : 56).
Dalam ayat tersebut jelas bahwa tujuan Allah menciptakan jin dan manusia adalah supaya kita menyembah kepada Allah SWT. Sehingga jelas bahwa tujuan kita hidup di dunia adalah beribadah dan menghamba kepada-Nya agar selamat hidup di dunia dan di akhirat kelak.
Cermin yang paling baik adalah masa lalu, setiap individu memiliki masa lalu yang baik ataupun buruk, dan sebaik-baiknya manusia adalah selalu mengevaluasi dengan bermuhasabah diri dalam setiap perbuatan yang telah dilakukan.
Sebagaimana pesan Khalifah Umar bin Khottob :
“ Hasibu Anfusakum qobla antuhasabu “ . ( Hisablah) dirimu sebelum kalian dihisab dihadapan Allah kelak.”
Pentingnya setiap individu menghisab dirinya sendiri untuk mengintrospeksi tingkat nilai kemanfaatan dia sebagai seorang hamba Allah yang segala sesuatunya akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Dan sebaik-baiknya manusia adalah yang dapat mengambil hikmah dari apa yang telah ia lakukan, lalu menatap hari esok yang lebih baik.
Barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin maka dialah orang yang sukses, namun bila hari ini masih sama dengan hari sebelumnya maka dialah orang yang merugi dan jika hari ini tahun ini lebih buruk dari hari sebelumnya maka dialah orang yang terlaknat. Sudah menjadi sebuah keharusan untuk memperbaiki diri ri hari dan tahun berikutnya. Untuk itu takwa harus senantiasa menjadi bekal dan perhiasan kita setiap tahun.
Ada beberapa jalan menuju ketakwaan, yaitu :
1. Muhasabah
Yaitu introspeksi diri, evaluasi diri dan meningkatkan kualitas diri dengan selalu mengambil hikmah dari setiap sesuatu yang terjadi dalam diri kita. Sebagai manusia pasti pernah melakukan kesalahan dan kekhilafan namun dengan kesalahan itu kita senantiasa perbaiki. Manusia memang terbatas, namun yang terpenting bagi kita adalah bagaimana kita dapat melejitkan keterbatasan itu menjadi sebuah potensi yang besar untuk sebuah prestasi yang besar pula di hadapan Allah.
2. Mu’ahadah Yaitu mengingat-ingat kembali jalan yang pernah kita lalui.
Dalam sholat kita senantiasa berdoa dan berjanji kepada Allah SWT bahwa “iyyaaka na’budu wa iyyaakanashta’in.” Hanya kepada-Mu-lah kami menyembah dan hanya kepada-Mu-lah kami meminta pertolongan.
Dan sebuah doa yang juga merupakan ikrar kita bahwa “inna sholaati wa nusuki wa mahyaaya wa mamaati lillaahi ta’alaa”.
Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku semata-mata karena Allah SWT.
Dengan demikian kita ingat-ingat kembali janji dan ikrar kita tersebut. Sehingga dengan mengingat kembali janji dan ikrar tersebut insya Allah kita akan senantiasa menapaki lika-liku kehidupan ini penuh dengan nilai-nilai ketakwaan kepada Allah SWT.
3. Mujahadah Yaitu bersungguh-sungguh kepada Allah .
Allah SWT berfirnan yang artinya “ Orang-orang yang bersungguh sungguh ( mujahadah) di jalan Kami, maka Kami akan berikan hidayah ke jalan Kami.
Terkadang saat kita beribadah kepada Allah SWT tidak diiringi dengan kesungguhan hati, hanya menggugurkan kewajiban saja, sehingga sholat yang sebagai sarana komunikasi kita dengan Allah hanya sebatas menggugurkan kewajiban tak ada suatu kekhusyu’an dan ketenangan dalam sholat tersebut. Padahal bagi seorang muslim yang menginginkan ketakwaan dengan sebenar-benar takwa maka mujahadah merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam menggapai ketakwaan disamping muhasabah dan mu’ahadah.
4. Muroqobah Adalah senantiasa merasa diawasi oleh Allah swt Robb penggenggam alam semesta. Inilah salah satu pilar yang harus dimiliki setiap kali mengawali tahun ini dan menutup tahun yang lalu. Muroqobah merupakan jalan takwa yang harus kita persiapkan di lembaran tahun baru ini.
Sebuah kisah ada seorang penjaga kebun buah melon. Pekerjaannya sehari-hari adalah menjaga dan merawat buah melon tersebut. Suatu hari majikan si pemilik kebun melon itu mendatangi penjaga kebun tersebut. Sembari berbincang-bincang sang majikan menyuruh penjaga tersebut untuk memetik buah melon yang masak untuk dimakan sang majikan. Dengan kebingungan akhirnya penjaga melon itupun mematuhi perintah majikannya. Dipetiklah sebuah melon dari kebun itu, lalu sang majikan memakannya. Sang majikan pun terperanjat bukan main, buah melon yang dipetik tadi masih mentah. Penjaga kebun itu disuruh memetik lagi dan alhasil sama kejadiannya dengan yang pertama tadi begitu terus sampai tiga kali sang penjaga tidak bisa memetik buah yang matang untuk majikannya. Akhirnya sang majikan pun bertanya kepada penjaga kebun itu, : “ Sudah bertahun-tahun kamu bekerja kepadaku untuk menjaga dan merawat kebun melonku, apakah kamu tidak bisa memilih buah melon yang matang untuk aku makan?”
Penjaga kebun itu menjawab : “ Maaf tuanku, demi Allah saya tidak pernah memakan satu pun buah melon yang aku rawat ini, karena tuan hanya menyuruh saya untuk menjaga dan merawatnya saja, tidak untuk memakannya, sehingga saya tidak tahu mana buah melon yang sudah matang dan belum. Saya takut kepada Allah, karena Allah senantiasa mengawasi kita di setiap gerak langkah kita di dunia ini.”
Sang majikan pun menangis melihat kejujuran dan sikap yang dimiliki penjaga kebun itu
Terlihat dalam kisah tersebut bahwa seorang penjaga kebun buah melon tersebut memiliki sifat merasa senantiasa diawasi oleh Alloh SWT, sehingga membuatnya untuk senantiasa jujur dan berbuat baik dalam kehidupannya. Muroqobah inilah yang menjadi hal yang sangat penting dalam pencapaian ketakwaan kita di tahun ini dan tahun yang akan datang.
Imam Ghozali mengatakan : “Aku yakin dan percaya bahwa Alloh selalu melihatku dan aku malu berbuat maksiat kepada-Nya.”
Semoga sifat muroqobah ini tertanam dalam diri kita untuk senantiasa meningkatkan iman dan takwa kita kepada Allah SWT.
5. Mu’aqobah Adalah memberi hukuman kepada diri sendiri manakala diri kita melakukan suatu kesalahan dan kekhilafan. Ini menjadi hal yang penting untuk meningkatkan amal ibadah kita. Sebagai contoh, misalnya kita terlewat sholat lima waktu berjamaah maka hukumlah diri dengan bershodaqoh atau berinfaq. Manakala setelah sholat lima waktu kita tidak membaca alqur’an dan tidak bersholawat kepada Nabi Muhammad maka hukumlah diri dengan menyantuni fakir miskin.
Saat diri kita meninggalkan dan melewatkan suatu amal sholeh maka hukuman kita adalah dengan melakukan amal sholeh yang lain. Jika sikap ini selalu kita budayakan insyaAllah kita akan selalu meningkatkan kualitas ibadah kita.
Mengawali tahun baru 2011 M dan tahun baru 1432 H, mka sudah seharusmya kita lakukan jalan takwa tersebut sehingga dalam mengarungi samudra kehidupan ini mendapatkan ridlo dari Allah SWT.
Wallahu a’lam bish showab.
Wallahu muwaffiq ila aqwamit thoriq.
By : Mustafa Abi Hamid
By : Mustafa Abi Hamid
Langganan:
Postingan (Atom)